Jumat, 10 April 2009

Prilaku Bunuh Diri Modern Manusia Indonesia

Sungai Ciliwung_1
Kesadaran hidup yang rendah menyebabkan intuisi atau naluri akan kehidupan atau "eros" (Sigmund Freud, 1896) semakin rendah. Rendahnya naluri akan hidup semakin mendekatkan manusia akan kematian. Rendahnya naluri akan kehidupan ditandai dengan
ketidakpedulian manusia akan lingkungan sekitar tempat hidupnya.Dengan perlakuan tidak merawat atau bahkan cenderung merusak lingkungan. Seperti perihal membuang dan mengelola sampah tidak wajar.
Membangun hunian pada lokasi rawan bencana seperti pada pinggiran sungai, atau menggunduli hutan untuk mengambil kayunya, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup untuk generasiselanjutnya.

Beregenerasi adalah salah satu upaya manusia untuk melestarikan kehidupan dengan melahirkan keturunannya. Hanya hal ini tidak di ikuti dengan menjaga stabilitas lingkungan tinggal untuk dapat digunakan sejalan dengan kehidupan.
Artinya percuma saja manusia beranak-pinak melahirkan keturunan tanpa ikut melestarikan lingkungan. Karena hal tersebut sama saja mendorong manusia untuk lebih dekat dengan kematian.
Kesimpulannya beranak pinak ditambah tidak menjaga linkungan sama saja dengan bunuh diri. Dan bunuh diri merupakan kekalahan hidup manusia no 1 (satu).

Kawan-kawan bogor yang tergabung di Tjiliwoeng Dreams berinisiatif untuk menjauhkan diri manusia dari kecenderungan prilaku bunuh diri tersebut dengan salah satu upaya nya seperti mengumpulkan sampah di sungai Ciliwung Bogor. Inisiatif ini akan
terus dilakukan mengingat sungai adalah urat nadi kehidupan manusia yang membawa salah satu komponen pendukung kehidupan manusia yaitu air.
Gerakan moral ini akan terus dilakukan setiap hari minggu pagi, menggugah dan mengetuk mereka manusia yang berkeinginan untuk cepat-cepat mati bunuh diri..ayo bergabung kalian manusia yang masih tetap ingin hidup di lingkungan bumi ini.

Pendirian hunian tinggal pada bantaran sungai adalah salah satu bentuk kecenderungan bunuh diri..seperti terlihat pada bantaran sungai Ciliwung ini, masyarakat menggunakan sungai dengan alasan kebertahanan hidup sesaat, hanya saja prilaku ini tidak diikuti dengan memperhatikan kelangsungan hidup mereka. Telah banyak contoh kasus yang terjadi; salah duanya adalah pendirian bangunan tinggal dengan membelakangi sungai membuat penyerahan dan proses meregangkan nyawa mereka menjadi lebih cepat. Ancaman longsornya hunian lebih cepat mengena dibandingkan, mereka yang membangun rumah menghadap kesungai (seperti kali code di jogjakarta).
Ancaman longsornya bangunan diikuti karena lemahnya struktur tanah pada daerah bantaran sungai.

Prilaku ini diikuti dengan pembuangan saluran limbah padat (sampah rumah tangga) dan limbah cair (limbah cucian dan kotoran manusia padat dan cair) tidak melalui tanki netralisir limbah atau yang lebih dikenal dengan septik-tank. Buangan sampah langsung diceburkan di belakang rumah hunian. Hal ini terlihat jelas dengan mengarahnya moncong-moncong pipa saluran pembuangan limbah langsung ke sungai dari bangunan hunian tinggal. Meskipun di daerah hilir ada yang menggunakan air sungai untuk berenang, mandi, bahan air minum, mencuci, tetap saja di daerah sedikit hilir ada saja yang membuang limbah-limbah tersebut. (huuuh joroknya, hueeek)

Secara sadar prilaku ini membuat sungai yang merupakan urat nadi kehidupan penghantar nafas manusia di jejali oleh buangan sampah manusia (tempat sampah terbesar dan terpanjang). Juga secara sadar mereka mengarahkan pada kecenderungan prilaku bunuh diri, yang juga mengancam kehidupan orang lain serta kehidupan species lain. Hal ini juga mengancam generasi anak cucu kita selanjutnya. Prilaku "tanatos" atau prilaku kecenderungan/instink bunuh diri ini menjadi budaya moderen yang sulit hilang dari kehidupan manusia jaman sekarang. Bagaimana mau hidup nyaman dan 1000 tahun lagi??? agungpsiko
foto kali code dan kali ciliwung (koleksi pribadi dan dari google)